Ketentuan Talak Dan Cerai Dalam Perundang-Undangan Hukum Keluarga Di Mesir
Pada umumnya muslim mesir menganut madzhab syafi’i dan hanafi. maka tidak mengherankan apabila ketentuan –ketentuan yang digunakan dalam hukum keluaraga di mesir banyak mengambil dari kedua madzhab ini, khususnya sebelum terjadi pembaharuan.
Sebab- sebab perceraian
Undang –undang mesir tidak memberikan legitimasi kepada istri untuk memuat cerai kecuali ada kekerasan atau suami mengalami kelainan atau penyakit seksual sepeti impoten.
Pertama kali terjadi pembaharuan pada undang-undang hukum keluarga di mesir adalah tahun 1915, pada masa daulah utsmaniyah . dalam irada, sultan menetapkan bahwa istri dapat menuntut cerai dengan alasan bahwa suamimeninggalkan istrinya.dan didalam irada lain di tetapakan bahwa seorang istri dapat meminta cerai dengan alasan bahwa suami mingidap penyakit yang menyebabkan tidak mungkin hidup bersama lagi .kemudian pada tahun 1917 sultan mengeluarkan ketetapan kembali melalui the ottaman law of family rightsyang menyatakan bahwa di perbolehkannya talik talak bagi istri dan suami tidak boleh nikah lagi dengan wanita lain. Ketetapan ini merupakan acuan pembaharuan undang-undang hukum keluarga .
Perkembangan selanjutnya adalah ketika mesir menetapkan undang-undang No. 25 Tahun 1920. Dalam undang-undang ini di tetapkan bahwa pengadilan berhak untuk memutuskan cerai dengan alasan suami tidak mampu memberi nafkah, begitu juga apabila suami mengidap penyakit yang membahayakan .
Dan dalam undang-undang No. 25 tahun 1929 alasan untuk menuntut talak diperluas. Dalam hal ini ditetapkan empat hal yang dapat dijadikan pengadilan untuk menetapkan talak iaitu.
1. Apabila suami tidak mampu untuk memberikan nafkah
2. Apabila suami mempunyai penyakit menular atau membahayakan
3. Apabila ada perlakuan yang semena –mena dari suami
4. Apabila suami pergi meninggalkan istri dalam waktu yang cukup lama
Pasal 2 UU No 25 tahun 1929 disebutkan bahwa talak yang diucapkan sebagai sumpah atau ancaman itu selayaknya dianggap mempunyai akibat hukum apabila suami yang bersangkutan benar-benar menghendakinya. Dan di dalam pasal 3 disebutkan bahwa istri berhak mengajukan cerai apabila dirasa jika rumah tangga tetap diteruskan akan membahayakan istri. Dan apabila terjadi pertengkaran yang tidak mungkin ada perdamaian, maka dalam keadaan seperti ini pengadilan berhak menetapkan perceraian .
Dalam hal meninggalkan istri, UU tahun 1929 menyatakan bahwa apabila suami meninggalkan istri selama satu tahun atau lebih tanpa ada alasan, maka istri berhak menuntut cerai.
Dan pada bulan juli 1979 mesir menetapkan undang-undang No 44 yang di dalamnya menyatakan bahwa. Amandemen ini berisi tentang amandemen hukum keluarga . di antara isinya adalah istri harus diberitahu apabila suami akan melangsungkan poligami , atau poligami harus seijin istri.
Proses perceraian
Mesir selalu berusaha untuk melakukan perubahan undang-undang hukum keluarga untuk mengangkat status wanita . mereka melakukan pembaharuan undang –undang dimulai dari tahun 1943 dan 1945 namun ini tidak terleksana karena ditentang oleh sejumlah ulama . perkembangan selanjutnya yaitu pada tahun 1985. Dalam pasal 5 undang-undang No 100 tahun 1985 dinyatakan bahwa perceraian harus dicatatkan dalam sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh notaris yang berwenang, 30 hari setelah terjadi perceraian . dan akibat dari pada perceraian terhitung dari tanggal sertifikat tersebut.
Dan pada januari 2000 , pemerintah mesir mengamendemen undang-undang, apabila terjadi ketidakcocokan maka istri berhak mengugat cerai (khulu ). Jadi istri dapat menuntut cerai tanpa harus menggangu keputusan pengadilan yang dibuat berdasarkan bukti-bukti subtantif dan keterangan pendukung berkaitan perlakuan tidak baik oleh suami . sebaliknya, permohonan cerai berdasarkan undang-undang ini menetapkan bahwa istri sebaiknya mengembalikan mahar.
Selain itu ketentuan talak atau cerai dalam perundang-undangan indonesia mencakup hal-hal yang bersangkutan dengan istri dan juga suami. Sehingga dalam penyebutan pasal-pasal menggunakn kata “salah satu ” (suami atau istri) . hal ini berbeda dengan perundang-undangan mesir yang menggunakan kata “apabila suami”. Jadi yang menjadi objek perceraian hanyalah suami .
Perbuatan zina, perlakuan yang kejam, dipenjarakan selam alima tahun atau lebih, kemurtadaan salah satu pihak suami atau istri, menurut perundang –undangan hukum perkawinan indonesia menjadi penyebab terjadinya perceraian . hal ini berbeda dengan ketentuan yang berlaku di mesir yang tidak menjelaskan hal-hal tersebut . namun demikian di dalam perundang-undangan mesir menyebutkan bahwa apabila suami tidak dapat memberikan nafkah maka itu dapat menyebabkan salah satu perceraian . atas pengajuan gugatan cerai oleh pihak istri.
Selanjutnya, perundang-undangan perkawinan mesir tidak menjelaskan tentang kematian sebagai penyebab putusnya tali pernikahan. Hal ini berbeda dengan indonesia yang menyebutkan bahwa kematian sebagai penyebab perceraian .
Dalam hal salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain , kalau dalam perundang-undangan mesir disebutkan bahwa apabila suami meninggalkan istri maka dari segi waktu adalah satu tahun , berbeda dengan indonesia yang mempunyai tenggat waktu dua tahun . dan yang menarik dari perundang-undangan mesir adalah dalam hal istri yang tidak setuju dengan poligami suami , maka istri pertama dapat menggugat cerai . begitu juga ketika suami tidak berterus terang tentang setatusnya kepada istri pertama, maka istri kedua dapat menggugat cerai . hal ini tidak di singgung sama sekali di indonesia . hanya saja apabila suami akan melaksanakan poligami harus mendapatkan ijin dari istri pertama dengan mengajukan bukti –bukti yang dapat di pertanggungjawabkan .
Dan dalam hal proses perceraian , ada sedikit perbedaan antara ketentuan yang berlaku di indonesia dan mesir . ketentuan yang berlaku di indonesia menyatakan bahwa seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tulisan dan harus disertai denagn bukti-bukti. Sedangkan ketentuan yang berlaku di mesir tidak mengsyaratkan pengajuan permohonan , namun hanya mensyaratkan pencatatan tentang terjadinya perceraian . selain itu , pengadilan menuntut adanya bukti-bukti yang menjadi alasan dilaksanakanya ikrar talak atau cerai.sedangkan mesir pembuktian itu tidak disinggung .
No comments:
Post a Comment